Pertanyaan: Setelah membaca mengenai artikel Anda mengenai "Anda, Masa Lalu dan Kebiasaan soal Uang" , ada yang saya ingin tanyakan.
"Sikap hidup memiliki hubungan sangat erat dengan kesuksesan finansial seseorang." Bisa digambarkan dengan jelaskah mengenai hal tersebut?
Saya ini seorang ibu dengan 1 anak umur 3 tahun. Saya sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta selama 10 tahun, namun saya belum bisa menghasilkan apa-apa dari hasil kerja saya. Sampai saat ini pun keinginan untuk meng-aqiqahi anak saya belum terwujud.
Saya juga sering mengamati kehidupan orang lain, bagaimana gaya hidupnya, dan segala apapun yang menurutku sudah bisa berhasil mengatur, meskipun bukan orang kaya alias sama-sama pekerja. Tapi ketika aku coba praktekkan, itu tidak berhasil berhasil untukku.
Jadi mesti gimana ya?
Bee Tha
Seperti dijelaskan pada tulisan yang ibu baca itu, saya mengilustrasikan sekilas tentang bujangan berpendapatan besar, tapi tetap punya utang menumpuk. Dalam pola pikirnya, kenaikan pendapatan merupakan momentum menaikkan kualitas hidup, yang dimaknai sebagai gaya hidup.
Cara pandang seperti itu kurang tepat. Cobalah lihat ke dalam diri kita lebih jauh. Jangan-jangan seperti itu adanya.
Setiap diri kita, pada dasarnya memiliki kekayaan. Baik berupa penghasilan yang diperoleh secara rutin seperti gaji maupun yang tiba-tiba atau sekali-kali. Selain itu, masih ada kekayaan non-material berupa kecerdasan, keluhuran hati, hingga kemampuan untuk berusaha melakukan yang terbaik.
Bagaimana kita memandang dan memperlakukan kekayaan tersebut sangat berpengaruh terhadap tindakan kita. Apakah selama ini kita sudah menggali potensi kekayaan yang kita miliki? Kita bisa saja merasa cukup, kurang, atau bahkan menyia-nyiakan apa yang dimiliki tanpa kita sadari.
Inilah yang pertama kali harus dievaluasi. Seandainya kita ingin membandingkan diri kita dengan orang lain pun harus hati-hati. Jangan sampai terjebak pada prasangka. Kerap tanpa kita sadari, saat membandingkan, kita seperti membenci orang-orang yang kaya dan menganggap mereka sebagai orang rakus.
Apakah Anda termasuk orang yang berpikir bahwa "Orang kaya adalah orang-orang yang rakus?" Seandainya hal ini tertanam dalam benak kita, hampir dipastikan kita sulit menjadi orang yang kaya. Mengapa bisa seperti itu?
Sebab bagi pembenci yang demikian, sesungguhnya secara tidak sadar ia harus memilih antara menjadi kaya atau menjadi orang baik dan rendah hati. Terhadap apapun yang ada di dunia ini, ketika kita memperlakukannya dengan baik dan penuh kasih sayang serta perhatian, maka ia akan datang mendekat kepada kita.
Mengelola harta tak ubahnya seperti mengelola cinta dan kekasih. Ia akan datang dan selalu dekat saat kita bahagia akan kehadirannya. Ia pun menghampiri ketika kita peduli dan menganggapnya penting dalam kehidupan kita. Dengan menghargai harta yang kita peroleh, maka kita semakin disiplin dan memanfaatkannya secara tepat.
Sebaliknya, harta akan menjauh saat kita tak peduli dan menganggap mereka tidak penting dalam kehidupan. Dengan mudahnya kita Menghamburkan uang tanpa makna, harta akan semakin gampang untuk pergi.
Saya mengajak Anda untuk mencintai uang bukan dari berapa banyaknya materi yang kita miliki, tetapi banyaknya kebahagiaan dan cinta yang dapat kita berikan bagi orang-orang yang kita cintai. Begitu juga bagi yang membutuhkan uluran tangan kita dengan harta yang kita miliki. Bukankah dengan tidak menyia-nyiakan apa yang kita miliki adalah salah satu bentuk syukur atas apa yang kita peroleh? Ingat, saat kita sudah betul-betul bersyukur atas apa yang kita miliki maka kita akan semakin banyak menerima.
Sekali lagi, perlakukan harta Anda penuh cinta. Niscaya ia akan datang mendekat. Bukan sekadar untuk mengakumulasi harta, tetapi juga menyalurkannya dengan kasih kepada yang membutuhkan. Mengelola keuangan itu bukan tentang berapa besar harta yang kita miliki, tetapi bagaimana kita mengelolanya dengan baik sebagai bentuk bersyukur dan menghargai diri sendiri!
Dwita Ariani, MM, RFA, RIFA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar