Pasca banjir di pusat kota tanggal 22 Desember 2012 yang menggenangi Sudirman-Thamrin dan banyak basement maupun lantai dasar pusat perbelanjaan, Gubernur Joko Widodo mencetuskan rencana yang disebut Multi Purpose Deep Tunnel. Jika menurut rencana (dikutip dari Kompas, 4 Januari 2013 silam) maka berikut adalah spesifikasinya:
Jalur Deep Tunnel yang diusulkan oleh Jokowi memang merupakan perubahan dari proposal dibawah, namum memiliki kemiripan, misalnya kegunaan dan kedua ujung tunnel.
Bahkan dengan optimis pula DKI mengklaim sudah ada 3 pihak yang bersedia menjadi investor. Danmendadak masuk kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah; padahal menurut versi RPJMD yang Rujak miliki per akhir November 2012, tidak disebut mengenai pembangunan Deep Tunnel. Apakah ini langkah yang tepat, memasukkan proyek infrastruktur raksasa yang sama sekali belum dikaji kelayakan, geologis, AMDAL, tidak berpayung hukum, tanpa didukung informasi bawah tanah, hasil survey ini? Seberapa banyak yang Pemerintah Provinsi ketahui dari lapisan tanah sejauh 40-60 meter dibawah permukaan tersebut. Dan rencana Deep Tunnel tersebut melewati kawasan Grogol, yang bahkan mengalami kesulitan membangun basement, karena jenis tanah daerah tersebut.
Ada banyak pertanyaan terkait dengan Deep Tunnel dengan diameter 16 meter, atau tunnel yang lebarnya bisa dihuni oleh 3 ruko 4 lantai ini. Deep Tunnel jelas tidak menyelesaikan banjir Jakarta. Deep Tunnel hanya menyelesaikan AKIBAT dari banjir. Dia hanya menjadi tampungan sementara, dan sesungguhnya tak ada bedanya dengan Kanal Banjir Timur, Kanal Banjir Barat, Cengkareng Drain, dan lain-lain. Hanya bedanya ya Deep Tunnel ada dibawah tanah. Sama seperti kanal-kanal dan sistem-sistemnya yang sudah pasti gagal, karena selama 400 tahun akan gagal terus. Kegagalan sistem kanal di Jakarta bahkan telah didokumentasikan dalam bentuk buku.
Jika Jokowi berargumen bahwa di Kuala Lumpur ada proyek serupa dan mampu mengurangi genangan, mari kita lihat kondisi geologis dan geografis Kuala Lumpur, yang memang memungkinkan pembangunan SMART Tunnel. Kuala Lumpur berada 20 meter diatas permukaan laut, dia tidak ditepi pantai dan yang terpenting tidak mengalami penurunan tanah separah Jakarta. Jakarta, merupakan kota pantai, dengan ketinggian sekitar 7 meter diatas permukaan laut, dan bahkan rencananya salah satu muara tunnel akan berakhir di Pluit, yang sekarang sejajar bahkan di bawah permukaan laut.
Jokowi kerap berargumen bahwa konstruksi subway untuk MRTJakarta terlalu mahal, padahal MRTJakarta telah melakukan studi ekspansif, sehingga budget yang terakhir dikeluarkan adalah anggaran sesuai dengan kondisi lapangan. Saya mempertanyakan bagaimana dengan konstruksi Deep Tunnel yang pastinya berkali2 lipat lebih besar diameternya dan berkali lipat lebih panjang. Apakah benar hanya 16 Triliun, saya memutuskan untuk tidak percaya.
Pendekatan infrastruktur dalam menangani banjir telah terbukti hanya memperbaiki secara sementara. Kanal suatu saat pasti akan penuh. Jakarta sudah terkenal dengan kelalaiannya dalam perawatan, dan itu memperburuk akibat dari kebiasaan membangun infrastruktur. Seberapa besar kanal yang hendak dibangun, pada akhirnya tidak akan bisa melawan total curah hujan di kota Jakarta sendiri, dan ditambah dengan aliran air hujan dari berbagai daerah yang masuk melalui 13 sungai di Jakarta. Karenanya pendekatan Deep Tunnel sama sekali tidak lestari, tidak sustainable. Dia sama sekali tidak memperbaiki akar masalah.
Deep Tunnel hanya menyimpan sementara air permukaan (storm water) tanpa sanggup menyerapkan kedalam tanah. Lalu Deep Tunnel nantinya akan mengeluarkannya secara sementara ke Waduk Pluit. Ingin tahu Waduk Pluit seperti apa, ini dia gambarnya:
Saat ini di sisi Timur Waduk Pluit dihuni oleh ribuan warga dan mereka kerap mengalami banjir rob dari laut. Bagaimana caranya suatu waduk yang kerap mengalami luapan dari air laut lalu diharapkan menerima tambahan jutaan kubik air dari Deep Tunnel? Jika ingin revitalisasi Waduk Pluit, apakah sudah termasuk dalam anggaran diatas?
Sepakat dengan pernyataan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU Moch Hasan, perlu berapa besar pompa untuk mengeluarkan air tersebut ke Waduk Pluit? 4 juta kubik air dari kedalaman 40-60 meter? Kita membuang energi terlalu besar hanya demi air yang seharusnya bisa dengan cara lebih murah dikendalikan, misalnya dengan benar-benar mewajibkan ribuan gedung punya sumur resapan sesuai dengan kapasitas serta kedalaman dan tanah yang dijadikan bangunan. Sumur resapan tidak perlu menunggu sampai 4-5 tahun lagi untuk berfungsi. Jangan-jangan sudah bisa beroperasi sebelum musim hujan berikutnya tiba. Jangan-jangan dengan uang yang lebih murah bisa membangun sistem resapan dan tanggul yang lebih baik di kawasan hulu, dan masih menyisakan banyak anggaran untuk merevitalisasi kapasitas kanal dan sungai.
Langkah Deep Tunnel tidak lestari, dan tidak akan pernah lestari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar