“ Apakah yang lebih besar dari pada iman?” kata sosok Muhammad dalam mimpiku. Ia tersenyum menatapku, tetapi entah bagaimana aku tahu sesungguhnya ia sedang agak bersedih.
“Aku tak tahu,” kataku. Tenggorokanku terasa sangat kering. Terik matahari menyengat-aku berada di sebuah tempat yang kering dan tandus. Bukan padang pasir,tetapi sebuah tempat belum pernah kulihat dan kuketahui sebelumnya.
Tiba-tiba, aku ingin melihat sosok itu.. dan ia tersenyum tulus kepadaku. Aku melihat seorang lelaki dengan wajah yang agung dan bercahaya. Ini semacam cahaya aneh yang justru tak membuatku merasa silau-tapi teduh. Kulitnya bersih,badannya tidak kurus juga tidak gemuk, wajahnya tampan, bola matanya hitam jernih, bulu matanya lentik, alis matanya panjang berkilau.
Sekali lagi ia tersenyum. Senyum yang sanggup membuat ku melupakan rasa haus dan panas yang membakar kulitku. “ Apakah yang lebih utama dan lebih penting daripada iman?” katanya seperti mengulang pertanyaan pertama.
“aku tak tahu,” aku menjawabnya dengan kata-kata yang sama.
Lalu ia memberiku minuman. Ia seolah tahu bahwa tenggorokanku terasa menyempit, haus yang hampir membakar rongga mulutku. Ia menyodorkan sebuah cawan berisi air yang dingin dan jernih..”Minumlah,” katanya,”kau sangat membutuhkannya.” Lagi-lagi,ia tersenyum.
Aku pun segera meminumnya. Ada dingin yang mengalir di tenggorokanku, mengalir menjadi damai di hatiku, membebaskan sel-sel hidupku yang sempit. Aku merasakan air itu mulai menghidupkan lagi sel-sel yang mulai mati ditubuhku – aku merasakan kesegaran yang membebaskan,sesuatu yang membuat matahari dan pikiranku begitu terbuka. Lalu langit meredup teduh, awan diarak pelan-pelan,angin menerbangkan helai-helai daun yang kering, rumput-rumput bersemi,bunga-bunga mekar –mewangian yang membebaskan segala bentuk penderiaan.
Lalu kutatap lagi sosok lelaki yang tampak agung itu : Muhammad. “ Kebaikan,”katanya tiba-tiba,” melebihi apapun adalah yang paling utama dari semuanya. Aku menyebutnya,ihsan.”
Seketika, lagit hening,bumi hening. Dan lelaki itu melemparkan senyumnya sekali lagi, lau membalikkan tubuhnya setelah mengucapkan sebuah salam perpisahan. Pelan-pelan,ia melangkah pergi, menjauh meninggalkanku.
Apakah yang lebih besar dari pada iman? Bisik hatiku. Apakah yang lebih utama dan lebih penting daripada iman? Aku menatap punggung Muhammad yang menjauh….terus menjauh. Kebaikan? Barangkali inilah kebaikan, kataku dalam hati,budi pekerti yang dimiliki seseorang yang membuatmu merasa kebahagiaan yang membebaskan dan kau takkan pernah rela ditinggalkan pergi olehnya.
Entah mengapa ada perasaan sedih yang teramat dalam saat ia meninggalkanku di tempat itu sendirian. Aku benar-benar tak rela melepasnya pergi…aku menatap punggungnya dan memanggilanya kembali dengan mata rinduku, tetapi ia terus manjauh…menjelma sunyi, meninggalkanku.
Katakanlah ( Muhammad ), “ Sesungguhnyaaku ini hanya seorang manusia biasa sepertimu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan jangalah mempersekutukan Tuhannya dengan sesuatu apapun.Al-Quran, surat Al-kahfi(18)ayat 110.
Apapun tentang kebaikan, agama bukalah penghalang. Apakah ketika kita ingin menolong seorang nenek buta untuk menyeberang jalan kita harus menanyakan apa agamanya? Tidak, kebaikan selalu melampaui agama, bahkan iman. Itulah yang diajarkan Muhammad, maka barang siapa mengharap pertemua dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan Kebajikan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar