Minggu, 25 Agustus 2013

Merpati Putih, Bela Diri Keraton yang membumi hingga Mancanegara.

Salah satu perguruan pencak silat yang masih eksis hingga saat ini adalah Merpati Putih (MP). Merpati Putih (MP) merupakan salah satu perguruan pencak silat bela diri Tangan Kosong (PPS Betako) dan salah satu aset budaya bangsa.

Dari berbagai literatur, aliran bela diri ini terbentuk sekitar tahun 1550-an dan hingga kini terus berkembang pesat. Saat ini MP merupakan salah satu anggota Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) dan Martial Arts Federation For World Peace (MAFWP) serta Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa atau PERSILAT (International Pencak Silat Federation).

Merpati Putih sendiri adalah suatu singkatan atau akronim dalam bahasa Jawa, yaitu: Mersudi Patitising Tindak Pusakane Titising Hening yang dalam bahasa Indonesia berarti 'Mencari sampai mendapat Kebenaran dengan Ketenangan'. Diharapkan seorang anggota Merpati Putih akan menyelaraskan hati dan pikiran dalam segala tindakannya.

Merpati putih pada awalnya merupakan ilmu keluarga Keraton yang diwariskan secara turun-temurun yang pada akhirnya atas wasiat Sang Guru ilmu Merpati Putih diperkenankan dan disebarluaskan dengan maksud untuk ditumbuhkembangkan agar berguna bagi negara. Awalnya aliran ini dimiliki oleh Sampeyan Dalem Inkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro kemudian diteruskan ke BPH Adiwidjojo (Grat I). Lalu setelah Grat ke tiga, R. Ay. Djojoredjoso ilmu yang diturunkan dipecah menurut spesialisasinya sendiri-sendiri, seni beladiri Merpati Putih ini mempunyai dua saudara lainnya yaitu bergelar Gagak Samudro dan Gagak Seto. Gagak Samudro diwariskan ilmu pengobatan, sedangkan Gagak Seto ilmu sastra. Dan untuk seni beladiri diturunkan kepada Gagak Handoko (Grat IV).

Dari Gagak Handoko inilah akhirnya turun temurun hingga ke Saring Hadi Poernomo, yang kemudian diturunkan kepada dua putranya yakni Purwoto Hadi Purnomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Purnomo (Mas Budi). Dan kini dikenal menjadi PPS Betako Merpati Putih.

Perguruan Merpati Putih hingga kini juga masih mencari keturunan kedua saudara seperguruan mereka, Gagak Samudro dan Gagak Seto. Merpati Putih masih mencari di tiap daerah di Tanah Air guna menyatukannya kembali ilmu yang terpecah tersebut.

Sang Guru Merpati Putih sendiri adalah Bapak Saring Hadi Poernomo, sedangkan pendiri Perguruan dan Guru Besar sekaligus pewaris ilmu adalah Purwoto Hadi Purnomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Purnomo (Mas Budi) sebagai Guru Besar terakhir yaitu generasi ke sebelas (Grat XI).

PPS Betako Merpati Putih awalnya berasal dari seni beladiri keraton. Termasuk di antaranya adalah Pangeran Diponegoro atau Raden Mas Ontowiryo.

Sebelum tahun 1998 Betako Merpati Putih hanya diajarkan untuk Warga Negara Indonesia saja. Namun karena minat dari luar negeri sangat banyak dan antusias, MP mulai membuka diri untuk menerima anggota dari luar negeri.

Adalah Nate Zeleznick dan Mike Zeleznick sebagai orang berkulit putih pertama yang diajarkan pencak silat ini pada tahun 1999 dan menjadi Pelatih Merpati Putih Pertama di Amerika untuk umum. Pada awal bulan Oktober 2000 Mas Pung dan Mas Budi meresmikan American School of Merpati Putih yang pertama berlokasi di Ogden City Mall, Utah. MP adalah satu-satunya Pencak Silat yang diselidiki secara ilmiah soal tenaga dalam.

Pada tahun 1995, seorang anggota PPS Betako Merpati Putih cabang Jakarta Selatan, Mas Eddie Pasar mendapat piagam penghargaan Rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) karena mendemonstrasikan menyetir mobil terjauh dari Bogor ke Jakarta dengan mata tertutup. Dalam perguruan merpati putih, kemampuan untuk tetap bisa mendeteksi meski dengan mata tertutup tersebut disebut getaran.

Menggunakan Ujung siku,menghancurkan balok Es.
Menggunakan Paha Atas menghancurkan Pompa Dragon

Mata tertutup Melewati Halang Rintang


Add caption










Tebasan Kebawah,mengahcurkan batu Es



dengan Ujung Jari Mematahkan Kikir baja.














Merpati Putih adalah perguruan pencak silat yang ilmiah, tidak ada mantra dan klenik. Semua realitas dan logis. Kemampuan pesilat Merpati Putih mematahkan benda-benda keras seperti kikir, baja, gagang pompa, pipa beton, dan sebagainya didapat dari olah pernapasan.

Tertarik untuk bergabung dengan Merpati Putih?


Senin, 19 Agustus 2013

Memahami Tentang Menikah

Latar Belakang
Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati, saya cintai dan sayangi, semoga Allah selalu memberkahi langkah-langkah kita dan tidak putus-putus memberikan nikmatNya kepada kita. Amin
Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati..sebagai hamba Allah, saya telah diberi berbagai nikmat. Maha Benar Allah yang telah berfirman : "Kami akan perlihatkan tanda-tanda kebesaran kami di ufuk-ufuk dan dalam diri mereka, sehingga mereka dapat mengetahui dengan jelas bahwa Allah itu benar dan Maha Melihat segala sesuatu".
Nikmat tersebut diantaranya ialah fitrah kebutuhan biologis, saling membutuhkan terhadap lawan jenis.. yaitu: Menikah ! Fitrah pemberian Allah yang telah lekat pada kehidupan manusia, dan jika manusia melanggar fitrah pemberian Allah, hanyalah kehancuran yang didapatkannya..Na'udzubillah ! Dan Allah telah berfirman : "Janganlah kalian mendekati zina, karena zina adalah perbuatan yang buruk lagi kotor" (Qs. Al Israa' : 32).
Ibunda dan Ayahanda tercinta..melihat pergaulan anak muda dewasa itu sungguh amat memprihatinkan, mereka seolah tanpa sadar melakukan perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah. Seolah-olah, dikepala mereka yang ada hanya pikiran-pikiran yang mengarah kepada kebahagiaan semu dan sesaat. Belum lagi kalau ditanyakan kepada mereka tentang menikah. "Saya nggak sempat mikirin kawin, sibuk kerja, lagipula saya masih ngumpulin barang dulu," ataupun Kerja belum mapan , belum cukup siap untuk berumah tangga¡¨, begitu kata mereka, padahal kurang apa sih mereka. Mudah-mudahan saya bisa bertahan dan bersabar agar tak berbuat maksiat. Wallahu a'lam.
Ibunda dan Ayahanda tersayang..bercerita tentang pergaulan anak muda yang cenderung bebas pada umumnya, rasanya tidak cukup tinta ini untuk saya torehkan. Setiap saya menulis peristiwa anak muda di  majalah Islam, pada saat yang sama terjadi pula peristiwa baru yang menuntut perhatian kita..Astaghfirullah.. Ibunda dan Ayahanda..inilah antara lain yang melatar belakangi saya ingin menyegerakan menikah.
Dasar Pemikiran
Dari Al Qur¡¦an dan Al Hadits :
  1.  "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui." (QS. An Nuur (24) : 32).
  2. "Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49).
  3. ¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui¡¨ (Qs. Yaa Siin (36) : 36).
  4. Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16) : 72).
  5. Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir(Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
  6. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).
  7. Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. (Qs. An Nisaa (4) : 1).
  8. Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).
  9. ..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..(Qs. An Nisaa' (4) : 3).
  10. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36).
  11. Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: "Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !"(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).
  12. Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).
  13. Dari Aisyah, "Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¡¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud). 14. Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya." (HR. Baihaqi).
  14. Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihat.(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).
  15. "Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah  (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim) : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram."
  16. "Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud).
  17. Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).
  18. Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).
  19. Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
  20. Rasulullah SAW. bersabda : "Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah" (HR. Bukhari).
  21. Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani).
  22. Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat(HR. Ibnu Majah,dhaif).
  23. Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).
Tujuan Pernikahan
  1. Melaksanakan perintah Allah dan Sunnah Rasul.
  2. Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam.
  3. Mewujudkan keluarga Muslim menuju masyarakat Muslim.
  4. Mendapatkan cinta dan kasih sayang.
  5. Ketenangan Jiwa dengan memelihara kehormatan diri (menghindarkan diri dari perbuatan maksiat / perilaku hina lainnya).
  6. Agar kaya (sebaik-baik kekayaan adalah isteri yang shalihat).
  7. Meluaskan kekerabatan (menyambung tali silaturahmi / menguatkan ikatan kekeluargaan)
Kesiapan Pribadi
  1. Kondisi Qalb yang sudah mantap dan makin bertambah yakin setelah istikharah. Rasulullah SAW. bersabda : ¡§Man Jadda Wa Jadda¡¨ (Siapa yang bersungguh-sungguh pasti ia akan berhasil melewati rintangan itu).
  2. Termasuk wajib nikah (sulit untuk shaum).
  3. Termasuk  tathhir (mensucikan diri).
  4. Secara materi, Insya Allah siap. ¡§Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya¡¨  (Qs. At Thalaq (65) : 7)
Akibat Menunda atau Mempersulit Pernikahan
  • Kerusakan dan kehancuran moral akibat pacaran dan free sex.
  • Tertunda lahirnya generasi penerus risalah.
  • Tidak tenangnya Ruhani dan perasaan, karena Allah baru memberi ketenangan dan kasih sayang bagi orang yang menikah.
  • Menanggung dosa di akhirat kelak, karena tidak dikerjakannya kewajiban menikah saat syarat yang Allah dan RasulNya tetapkan terpenuhi.
  • Apalagi sampai bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Rasulullah SAW. bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah syaitan." (HR. Ahmad) dan "Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya" (HR. Thabrani dan Baihaqi).. Astaghfirullahaladzim.. Na'udzubillahi min dzalik
Namun, umumnya yang terjadi di masyarakat di seputar pernikahan adalah sebagai berikut ini :
  • Status yang mulia bukan lagi yang taqwa, melainkan gelar yang disandang:Ir, DR, SE, SH, ST, dsb
  • Pesta pernikahan yang wah / mahar yang tinggi, sebab merupakan kebanggaan tersendiri, bukan di selenggarakan penuh ketawadhu'an sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. (Pernikahan hendaklah dilandasi semata-mata hanya mencari ridha Allah dan RasulNya. Bukan di campuri dengan harapan ridha dari  manusia (sanjungan, tidak enak kata orang). Saya yakin sekali.. bila Allah ridha pada apa yang kita kerjakan, maka kita akan selamat di dunia dan di akhirat kelak.)
  • Pernikahan dianggap penghalang untuk menyenangkan orang tua.
  • Masyarakat menganggap pernikahan akan merepotkan Studi, padahal justru dengan menikah penglihatan lebih terjaga dari hal-hal yang haram, dan semakin semangat menyelesaikan kuliah.
Memperbaiki Niat :
Innamal a'malu binniyat....... Niat adalah kebangkitan jiwa dan kecenderungan pada apa-apa yang muncul padanya berupa tujuan yang dituntut yang penting baginya, baik secara segera maupun ditangguhkan.
Niat Ketika Memilih Pendamping
Rasulullah bersabda "Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya."(HR. Thabrani).
"Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama". (HR. Ibnu Majah).
Nabi SAW. bersabda : Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab (akibatnya) dapat melahirkan anak yang lemah (baik akal dan fisiknya) (Al Hadits).
Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda, ¡§Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama." (HR. Muslim dan Tirmidzi). Niat dalam Proses Pernikahan
Masalah niat tak berhenti sampai memilih pendamping. Niat masih terus menyertai berbagai urusan yang berkenaan dengan terjadinya pernikahan. Mulai dari memberi mahar, menebar undangan walimah, menyelenggarakan walimah. Walimah lebih dari dua hari lebih dekat pada mudharat, sedang walimah hari ketiga termasuk riya'. "Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan."(Qs. An Nisaa (4) : 4).
Rasulullah SAW bersabda : "Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya" (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih). Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW. telah bersabda, "Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)" (HR. Ahmad). Nabi SAW pernah berjanji : "Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya." (HR. Ashhabus Sunan). Dari Anas, dia berkata : " Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya" (Ditakhrij dari An Nasa'i)..Subhanallah..
Proses pernikahan mempengaruhi niat. Proses pernikahan yang sederhana dan mudah insya Allah akan mendekatkan kepada bersihnya niat, memudahkan proses pernikahan bisa menjernihkan niat. Sedangkan mempersulit proses pernikahan akan mengkotori niat. "Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing." (HR. Bukhari dan Muslim)
Pernikahan haruslah memenuhi kriteria Lillah, Billah, dan Ilallah. Yang dimaksud Lillah, ialah niat nikah itu harus karena Allah. Proses dan caranya harus Billah, sesuai dengan ketentuan dari Allah.. Termasuk didalamnya dalam pemilihan calon, dan proses menuju jenjang pernikahan (bersih dari pacaran / nafsu atau tidak). Terakhir Ilallah, tujuannya dalam rangka menggapai keridhoan Allah.
Sehingga dalam penyelenggaraan nikah tidak bermaksiat pada Allah ; misalnya : adanya pemisahan antara tamu lelaki dan wanita, tidak berlebih-lebihan, tidak makan sambil berdiri (adab makanan dimasyarakat biasanya standing party-ini yang harus di hindari, padahal tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang demikian), Pengantin tidak disandingkan, adab mendo'akan pengantin dengan do'a : Barokallahu laka wa baroka 'alaikum wa jama'a baynakuma fii khoir.. (Semoga Allah membarakahi kalian dan melimpahkan barakah kepada kalian), tidak bersalaman dengan lawan jenis, Tidak berhias secara berlebihan ("Dan janganlah bertabarruj (berhias) seperti tabarrujnya jahiliyah yang pertama" - Qs. Al Ahzab (33),
Meraih Pernikahan Ruhani
Jika seseorang sudah dipenuhi dengan kecintaan dan kerinduan pada Allah, maka ia akan berusaha mencari seseorang yang sama dengannya. Secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan tentram jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan lain sebagainya. Karena itu, berbahagialah seseorang yang dapat merasakan cinta Allah dari pasangan hidupnya, yakni orang yang dalam hatinya Allah hadir secara penuh. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan untuk Allah.
Betapa indahnya pertemuan dua insan yang saling mencintai dan merindukan Allah. Pernikahan mereka bukanlah semata-mata pertemuan dua insan yang berlainan jenis, melainkan pertemuan dua ruhani yang sedang meniti perjalanan menuju Allah, kekasih yang mereka cintai. Itulah yang dimaksud dengan pernikahan ruhani. KALO KITA BERKUALITAS DI SISI ALLAH, PASTI YANG AKAN DATANG JUGA SEORANG (JODOH UNTUK KITA) YANG BERKUALITAS  PULA (Al Izzah 18 / Th. 2)
Penutup
"Hai, orang-orang beriman !! Janganlah kamu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah kepada kamu dan jangan kamu melampaui batas, karena Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas." (Qs. Al Maidaah (5) : 87).
Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs. Alam Nasyrah (94) : 5- 6 ).
Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati, saya sayangi dan saya cintai atas nama Allah.. demikanlah proposal ini (secara fitrah) saya tuliskan. Saya sangat berharap Ibunda dan Ayahanda.. memahami keinginan saya. Atas restu dan doa dari Ibunda serta Ayahanda..saya ucapkan "Jazakumullah Khairan katsiira". "Ya Allah, jadikanlah aku ridho terhadap apa-apa yang Engkau tetapkan dan jadikan barokah apa-apa yang telah Engkau takdirkan, sehingga tidak ingin aku menyegerakan apa-apa yang engkau tunda dan menunda apa-apa yang Engkau segerakan.. YA ALLAH BERILAH PAHALA DALAM MUSIBAHKU KALI INI DAN GANTIKAN UNTUKKU YANG LEBIH BAIK DARINYA.. Amiin"
==================================== 
Dedicated to : My inspiration .... yang pernah singgah dan menghuni "hati" ...Astaghfirullah !! Saat langkah ada didunia maya, tak menapak di bumi-Nya..Lalu, kucoba atur gelombang asa..Robbi kudengar panggilanMu tuk meniti jalan RidhoMu.. Kuharap ada penolong dari hambaMu meneguhkan tapak kakiku di jalan-Mu dan menemani panjangnya jalan dakwah yang harus aku titi.. " Saat Cinta dan Rindu  tuk gapai Syurga dan Syahid di jalanNya makin membuncah.."
====================================
Maraji / Referensi :
  1. Majalah Ishlah, Edisi Awal Tahun 1995.
  2. Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid, 1994, Cet. 27, Bandung, Sinar Baru Algesindo.
  3. Fikih Sunnah 6, Sayyid Sabiq, 1980, cet. 15, Bandung, Pt. Al Ma'arif.
  4. Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Muhammad Faudzil Adhim, 1998, Yogyakarta, Mitra Pustaka.
  5. Indahnya Pernikahan Dini, Muhammad Faudzil Adhim, 2002, Cet. 1, Jakarta, Gema Insani Press.
  6. Rintangan Pernikahan dan Pemecahannya, Abdullah Nashih Ulwan, 1997, Cet. 1, Jakarta, Studia Press.
  7. Perkawinan Masalah Orang muda, Orang Tua dan Negara, Abdullah Nashih Ulwan, 1996, Cet. 5, Jakarta, Gema Insani Press.
  8. Kebebasan Wanita, jilid 1, 5, 6, A.H.A. Syuqqah, 1998, Cet.1, Jakarta, Gema Insani Press
  9. Sulitnya Berumah Tangga, Muhammad Utsman Al Khasyt, 1999, Cet. 18, Jakarta, Gema Insani Press.
  10. Majalah Cerdas Pemuda Islam Al Izzah, Wahai Pemuda, Menikahlah, No. 17/Th. 2 31 Mei 2001, Jakarta, YPDS Al Mukhtar.
- See more at: http://www.dudung.net/artikel-islami/proposal-nikah.html#sthash.163BACqG.dpuf

Kamis, 15 Agustus 2013

Di Balik Kisah Seorang Wanita Yang Menjual Keperawanannya

Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang lima. Sang petugas satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya memandang saja dengan awas ke arah langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang agak dipojok.
Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya tapi, wanita itu hanya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri.Adakah seseorang yang sedang ditunggunya.
Petugas satpam itu mulai berpikir bahwa wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari mangsa di hotel ini. Usianya nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa dibilang anak-anak. Sekitar usia remaja yang tengah beranjak dewasa. Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya:
” Maaf, nona … Apakah anda sedang menunggu seseorang? ”
” Tidak! ” Jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.
” Lantas untuk apa anda duduk di sini?”
” Apakah tidak boleh? ” Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam..
” Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukkan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami.”
” Maksud, bapak? ”
”Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini ”
”Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang. Tapi sekarang, izinkanlah saya duduk di sini untuk sesuatu yang akan saya jual ” Kata wanita itu dengan suara lambat.
”Jual? Apakah anda menjual sesuatu disini? ”
Petugas satpam itu memperhatikan wanita itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawa brosur.
”Ok, lah. Apapun yang akan anda jual,ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti. ”
”Saya ingin menjual diri saya, ” Kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam-dalam kearah petugas satpam itu. Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan.
” Mari ikut saya,” Kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya.
Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperatif karena ada secuil senyum di wajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti petugas satpam itu.
Di koridor hotel itu terdapat kursi yang hanya untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon antar ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung.
” Apakah anda serius? ”
” Saya serius ” Jawab wanita itu tegas.
” Berapa tarif yang anda minta? ”
” Setinggi-tingginya.”
” Mengapa?” Petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.
” Saya masih perawan”
” Perawan? ” Sekarang petugas satpam itu benar-benar terperanjat. Tapi wajahnya berseri. Peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari ini.. pikirnya
” Bagaimana saya tahu anda masih perawan?”
” Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan.. Ya kan …”
” Kalau tidak terbukti? ”
” Tidak usah bayar …”
” Baiklah …” Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
” Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli keperawanan anda. ”
” Cobalah. ”
” Berapa tarif yang diminta? ”
” Setinggi-tingginya. ”
” Berapa? ”
” Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa? ”
” Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya. ”
Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu. Tak berapa lama kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah.
” Saya sudah dapatkan seorang penawar.Dia minta Rp. 5 juta. Bagaimana? ”
” Tidak adakah yang lebih tinggi? ”
” Ini termasuk yang tertinggi, ”Petugas satpam itu mencoba meyakinkan.
” Saya ingin yang lebih tinggi…”
” Baiklah. Tunggu disini …” Petugas satpam itu berlalu.
Tak berapa lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri.
” Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta rupiah. Bagaimana? ”
” Tidak adakah yang lebih tinggi? ”
” Nona, ini harga sangat pantas untuk anda. Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai perawan anda diambil oleh pacar anda, anda pun tidak akan mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat baik terhadap saya. Karena saya akan mendapatkan komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adil kan. Kita sama-sama butuh … ”
” Saya ingin tawaran tertinggi … ”Jawab wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak kehilangan semangat.
” Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya. Tapi sebaiknya anda ikut saya. Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit. Agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli. ” Kata petugas satpam itu dengan agak kesal.
Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tapi tetap mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift. Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria bermata sipit agak berumur tersenyum menatap mereka berdua. ” Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan berminat? ” Kata petugas satpam itu dengan sopan.
Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama ke sekujur tubuh wanita itu …
” Berapa? ” Tanya pria itu kepada wanita itu.
” Setinggi-tingginya ” Jawab wanita itu dengan tegas.
” Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang? ” Kata pria itu kepada sang petugas satpam.
” Rp.. 6 juta, tuan ”
” Kalau begitu saya berani dengan hargaRp. 7 juta untuk semalam. ”
Wanita itu terdiam.
Petugas satpam itu memandang ke arahwanita itu dan berharap ada jawaban bagus dari wanita itu.
” Bagaimana? ” tanya pria itu.
”Saya ingin lebih tinggi lagi …” Kata wanita itu.
Petugas satpam itu tersenyum kecut.
” Bawa pergi wanita ini. ” Kata pria itu kepada petugas satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras.
” Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual? ”
” Tentu! ”
” Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu … ”
” Saya minta yang lebih tinggi lagi …”
Petugas satpam itu menghela napas panjang. Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin kesempatan ini hilang. Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya.
” Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lainnya. ”
Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu per satu pria yang ada. Berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun, tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat telepon genggamnya.
” Bukankah kemarin saya sudah kasihkamu uang 25 juta Rupiah. Apakah itu tidak cukup? ” Terdengar suara pria itu berbicara. Wajah pria itu nampak masam seketika.
” Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu. Kan sudah seminggu lebih kita enggak ketemu, ya sayang?! ”
Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu sedang berbicara dengan wanita. Kemudian, dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada kekesalan di wajah pria itu. Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada pria itu: ” Pak, apakah anda butuh wanita … Huh ”
Pria itu menatap sekilas kearah petugas satpam dan kemudian memalingkan wajahnya.
” Ada wanita yang duduk disana, ”Petugas satpam itu menunjuk kearah wanita tadi. Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini. “Dia masih perawan..”
Pria itu mendekati petugas satpam itu.
Wajah mereka hanya berjarak setengah meter.
” Benarkah itu? ”
” Benar, pak. ”
” Kalau begitu kenalkan saya denganwanita itu … ”
” Dengan senang hati. Tapi, pak … wanitaitu minta harga setinggi tingginya.”
” Saya tidak peduli … ” Pria itu menjawab dengan tegas.
Pria itu menyalami hangat wanita itu.
” Bapak ini siap membayar berapa pun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah ….” Kata petugas satpam itu dengan nada kesal.
” Mari kita bicara di kamar saja.” Kata pria itu sambil menyisipkan uang kepada petugas satpam itu.
Wanita itu mengikuti pria itu menujukamarnya.
Di dalam kamar …
” Beritahu berapa harga yang kamu minta? ”
” Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit ”
” Maksud kamu? ”
” Saya ingin menjual satu satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterima kasih…. ”
” Hanya itu …”
” Ya …! ”

Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung gagah berani di tengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis.Pria ini sadar, bahwa dihadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai.Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanita ini tidak melawan gelombang laut melainkan ikut kemana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan diatas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara terhormat.
” Siapa nama kamu? ”
” Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar … ” kata wanita itu
” Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar. ”
”Kalau begitu, tidak ada kesepakatan! ”
” Ada! ” kata pria itu seketika.
” Sebutkan! ”
” Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu. Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu ke rumah sakit. Dan sekarang pulanglah … ” Kata pria itu sambil menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.
” Saya tidak mengerti …”
” Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya. Dia menikmati semua pemberian saya tapi dia tak pernah berterima kasih. Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi hari ini, saya bisa membeli rasa terima kasih dari seorang wanita yang gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar …”
” Dan, apakah bapak ikhlas…? ”
” Apakah uang itu kurang? ”
” Lebih dari cukup, pak … ”
” Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal? ”
” Silahkan …”
” Mengapa kamu begitu beraninya … ”
” Siapa bilang saya berani. Saya takut pak … tapi lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya ke rumah sakit dan semuanya gagal. Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorongan nafsu. Bukan pula pertimbangan akal saya yang `bodoh` … Saya hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan … ”
” Keyakinan apa? ”
” Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Tuhanlah yang akan menjaga kehormatan kita … ”
Wanita itu kemudian melangkah keluar kamar. Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata:
” Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini … ”
” Kesadaran… ”
Di sebuah rumah di pemukiman kumuh. Seorang ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya.
” Kamu sudah pulang, nak ”
” Ya, bu … ”
” Kemana saja kamu, nak … Huh”
” Menjual sesuatu, bu … ”
” Apa yang kamu jual?” Ibu itu menampakkan wajah keheranan. Tapi wanita muda itu hanya tersenyum …
Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah ini. Di tengah situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak bisa dielakkan. Tapi Tuhan selalu memberi tanpa pamrih, tanpa perhitungan ….
” Kini saatnya ibu untuk berobat … ”
Digendongnya ibunya dari pembaringan, sambil berkata: ” Tuhan telah membeli yang saya jual… ”.
Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di depan rumahnya. Dimasukannya ibunya ke dalam taksi dengan hati-hati dan berkata kepada supir taksi: ” Antar kami kerumah sakit …” (Syamsudin).

Ket :
Kisah ini jangan ditangkap apa adanya, alur cerita hanya daya tarik yang sepertinya menghalalkan segala cara, padahal bukan itu maksudnya dan itu tidak terjadi. Cerita ini memberikan pesan yang bagus lewat sebuah cerita yang sepertinya melanggar norma, padahal tidak. Kisah ini juga memberikan pemikiran tentang suatu keikhlasan , kepasrahan. tinggal bagaimana anda memahami alur cerita ini dan inti dari cerita ini.semoga bermanfaat.

Minggu, 11 Agustus 2013

NURCHOLISH MADJID dan PERSIS: TIDAK PERLU DIPERTENTANGKAN !!

Wawancara dengan Ust. H. Iqbal Santoso, Pimpinan Umum Pondok Pesantren PERSIS Tarogong Garut dan Anggota Dewan Hisab Rukyat PP PERSIS.

Oleh: Asnawi Ihsan


Selama ini pemikiran Nurcholish Madjid cenderung ditolak oleh kalangan muslim puritan terutama PERSIS (Persatuan Islam) yang juga dikenal sebagai Wahabi-nya Indonesia. Menjadi sangat menarik ketika ada tokoh PERSIS yang secara jujur mengaku terinspirasi oleh Cak Nur dalam melakukan gerakan pembaharuan dan berpandangan bahwa pemikiran cak Nur identik dengan pemikiran keislaman PERSIS, terutama dalam konsep Tauhid. Beliau adalah Ust. H. Iqbal Santoso, Mudirul Am Pondok Pesantren Persis Tarogong Garut dan Anggota Dewan Hisab Rukyat PP PERSIS.


Untuk menggali lebih dalam topik ini, berikut petikan wawancara Asnawi Ihsan dari Center for Spirituality & Leadership dengan Ust. Iqbal 16 Juli 2006. Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan bahan-bahan penyusunan biografi Cak Nur yang dikomandani Ahmad Gaus AF.


Pak Iqbal, Siapa yang menginspirasi bapak untuk melakukan pembaharuan di pesantren PERSIS?

Cak Nur. Almarhum Nurcholish Madjid.


Menarik, karena pak Iqbal kan dari PERSIS dan mengelola pesantren PERSIS. Bagaimana bapak menjelaskan ini?

PERSIS kan dikelompokkan dengan Muhammadiyah sebagai kelompok pembaharuan. Tapi ketika saya melakukan pembaharuan di internal PERSIS justru malah mendapat tantangan yang sangat berat. Bahkan, saya hampir-hampir dikucilkan di PERSIS.


Pembaharuan seperti apa yang bapak lakukan dipesantren PERSIS?

Pertama pembaharuan kurikulum. Dulu orientasi pesantren PERSIS hanya kepada pengajaran (menamatkan) kitab tertentu. Sekarang berorientasi kepada tujuan. Misalnya katakanlah PERSIS itu konsen di bidang pemikiran fikih. Tapi setahu saya, di pesantren PERSIS itu tidak ada kurikulum fikih yang memadai. Kalau siswa tingkat aliyah dikalangan Nahdhiyyin menggunakan Kifayatul akhyar dalam mengkaji fikih, nah di PERSIS itu gak ada. PERSIS hanya menggunakan Bulughul Marom sebagai buku kajian fikih. Padahal Bulughul Marom itu bukan buku kajian fikih, tapi merupakan buku kumpulan hadis dari Ibnu Hajar al-Asqolani.

Selain Bulughul Marom, diajarkan juga kitab Hadis Bukhori. Kitab Hadis Bukhori juga yang dipelajari cuma bab fikihnya saja. Pada satu kesempatan saya bertanya, kenapa tidak ada kitab fikih? Jawabnya kalau di pesantren PERSIS kan tradisinya bagaimana menamatkan sebuah kitab. Sudah selesai sampai disitu.

Ketika saya dipercaya mengelola pesantren Persis maka saya melakukan perubahan. Tidak lagi hanya berorientasi menamatkan sebuah kitab yang itupun kitab yang tidak spesifik dalam membahas tema fikih. Padahal, pokok bahasannya adalah fikih. Saya mencoba melakukan pendekatan tematik dan tidak hanya fokus pada satu kitab saja. Misalnya dalam membahas topik tata cara sholat, maka akan dikaji tata cara sholat itu dari berbagai macam kitab. Sehingga akan mengetahui berbagai pandangan dan perdebatan banyak ulama mengenai sholat. Jadi, kalau melihat ada orang Islam yang cara sholatnya berbeda dengan cara PERSIS tidak perlu didebat karena kita sudah tahu itu pendapat siapa, apa alasan dan dasar hukumnya.

Yang kedua, dalam bidang akidah atau tauhid. PERSIS kan dikenal sebagai Wahabi Indonesia. Tapi sumber-sumber rujukan tauhidnya tidak ada. Akhirnya kami buat kurikulum mengenai tauhid.

Kemudian selain itu juga kita melakukan penyederhanaan kurikulum, dulu jumlah mata pelajaran hampir 30 mata pelajaran. Bahasa arab saja ada beberapa bidang studi. Ada nahwiyah, shorfiyah, i’lal, i’rob, imla’, insya’, dan lain-lain. Sekarang kita sederhanakan jadi bahasa arab saja. Begitu juga Fikih. Ada fara’id, ushul fikih, dan lain lain. Sekarang disatukan jadi Syar’iah, disederhanakan.

Dari segi manajemen kita juga melakukan pembaharuan. Kita berupaya melakukan demokratisasi. Secara tradisional pesantren itu kan lembaga keluarga. Tidak hanya dikalangan Nahdiyyin, di kalangan pesantren PERSIS juga gitu. Saya coba rombak agar lebih demokratis dan transparan. Artinya lebih mengedepankan kemampuan daripada keturunan. Sehingga anda lihat di pesantren saya tidak ada itu keluarga, paling istri saya itu juga karena dia punya kemampuan bukan karena seorang istri. Di struktur organisasi juga, demokratisasi di dalam kelembagaan, lebih transparan. Bahkan saya kira agak susah dicari di pesantren manapun, pimpinan pesantren dipilih oleh guru pakai suara terbanyak. Dulu gak pernah ada itu, ada masa jabatannya juga. Sangat jarang itu.


Dimana titik temu pembaharuan yang dilakukan Cak Nur dengan Tajdid PERSIS sehingga bapak berani melakukan perubahan mendasar dalam mengelola pesantren PERSIS?

Sebetulnya begini, kalau menurut saya tidak ada sesuatu yang baru dari gagasan Cak Nur, kalau boleh saya kutip Azyumardi Azra, Cak Nur itu sebetulnya seorang neotradisionalis muslim. Pembaharuan yang dilakukan Cak Nur sama saja dengan apa yang dilakukan Muhamadiyah dan PERSIS, yaitu kembali kepada Alquran. Coba saja kalau kita baca tulisan-tulisan cak Nur, semuanya sangat quranik, selalu bersumber ke Alquran dan mengutip mufasir-mufasir klasik dan modern. Jadi sebetulnya apa yang dilontarkan cak Nur bukan orisinal gagasan cak Nur. Justru kelebihannya adalah bagaimana ia bisa membahasakan pemikiran Ibnu Taymiyah, Sayid Qutb, dan para pembaharu lainnya.

Nah, itu kan sama saja dengan apa yang dilakukan PERSIS sejak dulu. Jadi tidak ada hal yang baru. Jalan saja. PERSIS begitu, cak Nur begitu. Ya sejalan saja. Hanya saja PERSIS itu lebih banyak menekanka pada aspek fikih sementara cak Nur pada aspek falsafah dan pemikiran. Sebenarnya saling melengkapi, hanya saja PERSIS sendiri sangat sulit mengakui.

Sebenarnya pembaharuan Islam itu seperti air dari sumber air yang sangat jernih kemudian mengalir dan di tengah jalan bercampur lumpur, kayu, ranting, sampah, dan limbah. Ketika sampai daerah perkotaan sudah menjadi kotor dan sudah tidak bisa digunakan dengan baik. Tidak bisa dipakai mandi, minum dan mencuci. Agar bisa digunakan kembali tidak perlu diganti dengan air baru, tapi bagaimana air sungai itu disuling (dibersihkan) supaya bisa digunakan lagi. Memang tidak seperti asli di sana, asal mata air. Ada kaporit, ada apa-apa, ada hal-baru, tapi fungsi utamanya adalah bagaimana untuk mandi, minum, dan sebagainya. Begitu juga ajaran Islam. Dari awal seperti zaman nabi, mengalir saja dan manakala sudah “kotor” tidak perlu mengganti dengan yang baru, tapi cukup mengembalikan kepada fungsinya.

Nah cak Nur sebetulnya begitu pemikirannya, hampir sama lah dengan PERSIS. Jadi pembaharuan itu adalah bagaimana mengembalikan air pada fungsi air itu sendiri. Kotoran dan sampah (dalam hal ini bid’ah, khurafat, takhayul) dibersihkan. Cak nur dalam masalah teologis anti Bid’ah, khurafat, dan Takhayul. Itu kan pemurnian tauhid. saya kira tidak jauh beda dengan pemikiran PERSIS. Jadi saya merasa sangat cocok ketika diskusi-diskusi masalah tauhid dengan cak Nur dimana diskusi-diskusi itu di PERSIS sangat kurang dibanding diskusi-diskusi masalah fikih. Pola fikirnya sama sebetulnya antara Cak Nur dan PERSIS, jadi yang mendekatkan saya dengan cak Nur adalah karena keberangkatan tajdid itu, tajdid itu adalah mengembalikan kepada Alquran dan Sunah.


Jika cak Nur sejalan dengan PERSIS dalam ide tajdid, kenapa PERSIS begitu gigih menolak bahkan mendiskreditkan cak Nur?

Itu akibat dari kurang silaturahim saja. Saya punya keyakinan yang amat kuat, kalo cak Nur diskusi dengan orang PERSIS pasti nyambung. Sangat kuat. Saya itu sebetulnya bercita cita, cita cita saya belum kesampean, bahkan cak Nur sendiri juga pernah ngomong, “Iqbal, saya itu belum pernah diundang sama PERSIS”.

Saya sebetulnya mau memfasilitasi itu, saya anggota dewan tafkir di PB PERSIS, saya mau mengudang cak Nur tapi cak Nurnya keburu sakit-sakitan, saya yakin kalau ada diskusi dan dialog dengan cak Nur dengan PERSIS, pola pikir cak Nur akan diterima. Ya sebagai manusia jika cak Nur ada kekeliruan kan itu manusia, tidak ada manusia yang sempurna. Tapi kalau diskusi saya yakin. Kenapa saya yakin? Bapak saya itu adalah orang yang sangat anti terhadap pemikiran cak nur, Pak syihabudin pendiri pesantren saya. Saya ajak beliau diskusi tiap bulanan di pasar raya, baru dua kali ikut, bilang, “ini bagus ini,” akhirnya dia tertarik akhirnya saya kasih buku cak Nur, terus bapak saya bilang, “oh ya ini sama dengan PERSIS!!!”. Kalo saja ada komunikasi. Yang kurang itu kan tidak ada komunikasi. Keburu ada orang yang menghantam. Informasi yang sampai ke PERSIS tentang cak Nur informasi yang jelek. Informasi yang positifnya gak masuk.


Soal lain nih pak, betul nggak informasi bahwa bapak juga selain memotivasi murid-murid bapak ke timur tengah, juga memotivasi untuk melanjutkan studi ke Paramadina juga?

Oh iya, Macem-macem lah, jadi kita supaya punya pengetahuan yang global tidak hanya satu warna saja. Ketika paramadina membuka jurusan falsafah, saya mengirim anak-anak terbaik saya kesana. Bahkan juga tahun ini mungkin saya kirim lagi.


Kalau bapak melihat keperibadian cak Nur seperti apa?

Dia kan orang yang sangat sederhana, sederhana dan terbuka, saya seringkali kritik beliau, saya sering kali berdebat mengenai pemikiran-pemikiran keislaman, dan beliau tidak masalah. Karena ciri orang PERSIS tuh suka berdebat. Kalo cak Nur lupa nama saya, dia panggil saya, “hei PERSIS!!” “Si PERSIS!” Di PERSIS tuh ada dua yang dekat dengan cak Nur. Saya dan Pipip ahmad Rifa’i Hasan. Jadi di jidat saya tuh kaya ada tulisan PERSIS. Kadang-kadang kalau memanggil Iqbal juga dengan embel-embel PERSIS, jadi Iqbal PERSIS.

Walaupun saya tinggal di Garut, kalau ada seminar, diskusi, kajian yang pembicaranya cak Nur saya sering hadir. Karena selalu ada gagasan-gagasan baru. Bukan gagasan baru sebenarnya. Kehebatan cak Nur adalah bisa menyederhanakan pemikiran yang rumit menjadi sederhana, itu saja. Misalnya masalah-masalah teologis yang dulu susah sekali bagaimana cara memahaminya, setelah dijelaskan cak Nur menjadi lebih sederhana dan mudah dicerna. Kalau cak Nur dianggap kontroversial itu karena beliau banyak mengutip orang-orang yang kontroversial juga, seperti Ibnu Taymiyah dan Rasyid Ridha. Cuma banyak orang menganggap itu gagasan orisinal cak Nur, padahal bukan.


Saya kira cukup sampai disini pak, terimakasih.

Sama-sama

SIAPAKAH ULIL ' AMRI ITU, ?

Oleh: Ust. Abu Sulaiman Aman Abdurrahman
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan ulil amri di antara kalangan kalian”.
(An Nisa: 59)
Segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi dan Rasul yang paling agung Nabi Muhammad, kepada keluarganya dan para shahabatnya seluruhnya.
Ikhwani fillah… materi kali ini, kita akan meluruskan pemahaman yang ada di masyarakat berkenaan dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”. (An Nisa: 59)
Ayat ini adalah ayat yang sering kita dengar dan digunakan oleh banyak orang dalam rangka mewajibkan masyarakat untuk taat kepada pemerintah Republik Indonesia ini. Oleh karena itu perlu kiranya kita meninjau kembali atau meluruskan posisi ayat ini secara proporsional. Mari kita pahami siapa orang-orang yang beriman dalam ayat tersebut dan kaitannya dengan realita Pemerintahan Republik Indonesia ini…
Tinjauan ayat:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”. (An Nisa: 59)
“Hai orang-orang yang beriman…”, ini adalah khithab (seruan) terhadap orang-orang yang beriman. “…taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”, ulil amri adalah ulil amri dari kalangan kalian, yaitu pemimpin muslim atau pemimpin yang mukmin, itu adalah pengertian sederhananya.
Jadi, pemimpin yang harus ditaati tentunya selain dalam maksiat adalah pemimpin muslim, karena Allah mengatakan “min kum” (dari kalangan kalian) setelah mengkhithabi “hai orang-orang yang beriman”.
Orang yang beriman atau orang muslim yang berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma adalah orang yang beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut, berikut ini adalah penjabarannya:
  1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al Baqarah: 256:
“Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka dia telah berpegang teguh pada al ‘urwah al wutsqa”.
Al ‘urwah al wutsqa adalah buhul tali yang amat kokoh, yaitu Laa ilaaha illallaah, artinya barangsiapa kafir kepada thaghut dan iman kepada Allah, maka dia itu orang yang mengamalkan Laa ilaaha illallaah, orang yang sudah masuk Islam, karena pintu masuk Islam adalah dengan perealisasian Laa ilaaha illallaah sebagaimana ini adalah rukun Islam yang pertama.
Orang tidak dikatakan beriman kecuali jika dia beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut. Jika orang beriman kepada Allah tapi dia tidak kafir kepada thaghut maka ia bukan orang yang beriman, ia bukan muslim… itu berdasarkan nash Al Qur’an. Maka dari itu Allah dalam ayat ini mendahulukan kafir kepada thaghut (Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah) supaya tidak ada orang yang mengklaim behwa dirinya beriman kepada Allah padahal dia belum kafir kepada thaghut pada realita yang dia kerjakan.
  1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Ali Imran: 64:
“Katakanlah (Muhammad): “Hai ahli kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak ada yang kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ”Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim”.
Jadi, yang diserukan kepada ahli kitab adalah pengajakan untuk berkomitmen dengan Laa ilaaha illallaah, ibadah kepada Allah dan meninggalkan penyekutuan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Di ujung ayat Allah menyatakan; “jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:”Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim”, maksudnya jika mereka berpaling dan tidak mau meninggalkan para arbab itu maka saksikanlah bahwa kami ini orang muslim dan kalian bukan orang muslim.
Berdasarkan ayat itu kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang tidak merealisasikan apa yang dituntut oleh ayat ini, yaitu ibadah hanya kepada Allah, meninggalkan sikap penyekutuan sesuatu dengan-Nya dan meninggalkan sikap menjadikan selain Allah sebagai arbab, maka orang yang tidak mau meninggalkan hal itu adalah bukan orang muslim.
  1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat At Taubah: 5:
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhilah orang-orang musyrik itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah ditempat-tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan”
Taubat dari apa…? Taubat dari kemusyrikan dan segala kekafiran, maksudnya adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang kaum muslimin untuk melakukan pembunuhan, pengepungan dan pengintaian apabila orang-orang itu sudah taubat dari segala kemusyrikan dan kekafiran, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, berarti orang muslim itu tidak boleh diganggu. Maka orang yang tidak taubat dari kemusyrikannya berarti dia itu bukan orang muslim.
  1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat At Taubah: 11:
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian saru agama”.
Jika mereka bertaubat (dari kemusyrikannya), maka mereka adalah saudara satu agama, maksudnya mereka itu orang-orang muslim, karena sesame muslim adalah saudara, sebagaimana dalam surat Al Hujurat: 10:
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”.
Berarti jika sebaliknya, dia tidak mau meninggalkan kesyirikannya meskipun dia shalat, zakat, dan melakukan ibadah lainnya, maka dia bukan ikhwan fiddin (saudara satu agama) dan berarti dia bukan orang mukmin, karena ukhuwah imaniyyah itu tidak terlepas dengan dosa-dosa bisaa, akan tetapi dengan kesyirikan dan kekufuran. Dan dalam surat Al Baqarah: 178 dikatakan:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya…”
Dalam ayat ini, sang pembunuh dan keluarga yang dibunuh tetap dipersaudarakan. Membunuh sesama muslim adalah dosa besar, tapi tidak menjadikan seseorang keluar dari Islam selama dia tidak menghalalkannya.
Demikianlah beberapa dalil tentang orang yang beriman dari Al Qur’an, sedangkan berikut ini adalah beberapa dalil dari As Sunnah:
1. Dalam hadits Bukhariy dan Muslim dari Ibnu Umar radliyallahu'anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Allah (yang haq) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, bila mereka melakukan hal itu, maka mereka terjaga darah dan hartanya dari saya, kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka adalah atas Allah”
Rasulullah tidak berhenti memerangi manusia sampai mereka komitmen dengan Laa ilaaha illallaah, iman kepada Allah dan kufur kepada thaghut serta mengakui risalah yang dibawa beliau kemudian membenarkannya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Ini sama dengan penjelasan sebelumnya
2. Dalam hadits Bukhariy yang dari Abu Malik Al Asyja’iy radliyallahu'anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan dia kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedang perhitungannya atas Allah ta’ala”.
Seseorang dikatakan haram darah dan hartanya, dalam arti dia itu dikatakan muslim, bila komitmen dengan Laa ilaaha illallaah iman kepada Allah dan kafir kepada thaghut, yaitu kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka barulah dikatakan muslim mukmin.
Dan berikut ini adalah beberapa Ijma dari para ulama Ahlus Sunnah:
¯ Syaikh Abdurrahman ibnu Hasan rahimahullah mengatakan: “Para ulama salaf dan khalaf, dari kalangan shahabat, tabi’in, para imam dan seluruh Ahlus Sunnah telah ijma, bahwa seseorang tidak menjadi muslim kecuali dengan mengosongkan diri dari syirik akbar dan berlepas diri darinya”. (Ad Durar As Saniyyah: 11/545-546).
Dalam hal ini orang tidak dikatakan muslim bila tidak mengosongkan dirinya dari syirik akbar, tidak berlepasdiri darinya dan dari para pelakunya. Ini adalah ijma (kesepakatan) ulama… maka perhatikanlah.
Oleh sebab itu, jika masih atau belum berlepas diri daripada kemusyrikan, maka dia itu belum muslim meskipun dia melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang lainnya. Dan selagi dia belum mengosongkan diri dari kesyirikan, maka dia belum muslim walaupun dia shalat, zakat, haji, dan yang lainnya…
¯ Syaikh Sulaiman ibnu Abdillah ibnu Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan: “SEKEDAR mengucapkan Laa ilaaha illallaah tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan konsekuensinya berupa komitmen dengan tauhid dan meninggalkan syirik akbar serta kafir terhadap thaghut, maka sesungguhnya (pengucapan) itu tidak bermanfaat berdasarkan ijma” (nukilan ijma dari kitab Taisir Al ‘Aziz Al Hamid)
Orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah, dia shalat, zakat, shaum dan walau haji berkali-kali, akan tetapi jika dia tidak meninggalkan syirik akbar, tidak kafir terhadap tahghut, maka dia itu bukan muslim dan tidaklah manfaat pengucapan Laa ilaaha illallaah-nya.
¯ Syaikh Hamd ibnu ‘Athiq rahimahullah mengatakan: “Ulama ijma (sepakat), bahwa orang yang memalingkan satu macam dari dua do’a kepada selain Allah, maka dia telah musyrik walaupun mengucapkan Laa ilaaha illallaah, dia shalat dan zakat serta mengaku muslim”. (Ibthalut Tandid Bikhtishar Syarh Kitab Tauhid, hal: 67)
Do’a ada dua macam; yaitu do’a yang berupa permohonan yang bisaa kita ketahui, dan do’a berupa ibadah seperti; shalat, shaum, zakat, haji, penyandaran hukum, dan lain-lain.
Jadi, bila seseorang memalingkan satu macam ibadah saja kepada selain Allah, maka dia itu musyrik meskipun mengucapkan kalimat tauhid, shalat, shaum, zakat dan mengaku sebagai seorang muslim.
¯ Syaikhul Islam Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan tentang para pengikut Musailamah Al Kadzdzab dalam Syarh Sittati Mawadli Minash Shirah dalam Mujmu’atut tauhud hal. 23: “Di antara mereka ada yang mendustakan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan kembali menyembah berhala seraya mengatakan: “Seandainya dia (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam) itu adalah Nabi, tentulah tidak akan mati”. Dan di antara mereka ada yang tetap di atas dua kalimah syahadat, akan tetapi dia mengakui kenabian Musailamah dengan dugaan bahwa beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam menyertakan dia di dalam kenabian, ini karena Musailamah mengangkat para saksi palsu yang bersaksi baginya akan hal itu, namun demikian para ulama ijma bahwa mereka adalah orang-orang murtad meskipun mereka jahil akan hal itu. Dan siapa yang meragukan kemurtaddan mereka, maka dia kafir”
Bila saja orang yang tidak melakukan kesyirikan, akan tetapi mengangkat seorang manusia bisaa sederajat dengan nabi maka ia telah divonis murtad dan segala amal ibadahnya tidak dianggap, dan bahkan diperangi oleh Abu Bakar Ash Shiddiq dan para shahabat lainnya… maka apa gerangan dengan orang yang mengangkat makhluk pada derajat uluhiyyah (ketuhanan) dengan cara memberikan satu atau beberapa macam dari sifat-sifat khusus ketuhanan…?? Maka ini lebih syirik lagi, lebih kafir lagi dan lebih murtad lagi jika sebelumnya dia mengaku muslim !
¯ Beliau (Muhammad ibnu Abdil Wahhab) rahimahullah juga menukil ijma tentang pengkafiran penguasa ‘Ubaidiyyin di Mesir. Beliau berkata dalam suratnya kepada Ahmad ibnu Abdil Karim Al Ahsaa’iy, beliau menjelaskan: “Di antara kisah yang terakhir adalah kisah Bani ‘Ubaid, para penguasa Mesir dan jajarannya, mereka itu mengaku sebagai ahlul bait, mereka shalat jama’ah dan shalat jum’at, mereka juga mengangkat para qadliy dan mufti, akan tetapi ulama ijma akan kekafiran mereka, kemurtaddannya, keharusan untuk memeranginya, serta bahwa mereka adalah negeri harbiy, wajib memerangi mereka meskipun mereka (rakyatnya) dipaksa lagi benci kepada mereka” (Tarikh Nejd: 346)
Pada saat itu kajian ada, kesempatan belajar juga ada, shalat juga mereka lakukan bahkan mereka (Bani ‘Ubaid) yang menjadi imamnya, akan tetapi ulama ijma bahwa mereka itu orang-orang murtad kafir harbiy, karena mereka menampakkan kesyirikan akbar.
Demikianlah dalil-dalil dari Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma yang mengatakan bahwa orang tidak dikatakan sebagai orang muslim, kecuali jika dia beriman kepada Allah dan kafir terhadap thaghut. Sedangkan thaghut yang paling besar di antara thaghut-thaghut zaman sekarang ini adalah thaghut hukum dan perundang-undangan berikut para pembuat hukum dan pemutus hukum yang berpedoman dengannya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan dalam surat An Nisa: 60:
“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?. Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk kafir kepada thaghut itu”.
Dalam ayat tersebut tersirat keheranan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena ada orang yang mengaku beriman kepada Al Qur’an dan mengatakan bahwa Al Qur’an adalah kitab suci serta pedoman hidup, akan tetapi ketika ada masalah, mereka malah merujuk kepada hukum thaghut… padahal hukum thaghut bukanlah hukum yang Allah turunkan, sedangkan Allah sudah memerintahkan untuk kafir dan menjauhi thaghut.
Hukum yang dibuat oleh manusia merupakan bisikan syaitan jin, sebagaimana yang Allah jelaskan dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya…” (Al An’am: 121)
dan digulirkan oleh syaitan-syaitan manusia, maka itulah thaghut yang dimaksudkan firman Allah dalam surat An Nisa: 60. Maka segala hukum produk manusia dengan segala bentuknya, baik yang dibuat dalam bingkai demokrasi atau yang lainnya, maka selama itu bukan hukum yang berasal dari Allah berarti itu adalah thaghut, karena hanya ada dua macam hukum; hukum Allah atau hukum thaghut. Sedangkan seseorang tidak dikatakan muslim jika tidak kafir kepada thaghut hukum ini, atau pembuatnya dari kalangan syaitan manusia atau pembisiknya dari kalangan syaitan jin.
Jika kita sudah memahami bahwa orang muslim itu adalah orang yang berlepas diri dari kesyirikan. Orang muslim adalah orang yang mentauhidkan Allah dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan, maka dia adalah seorang mukmin dimana saja dan kapan saja. Sebaliknya, jika orang tidak merealisasikan hal ini, dalam arti walaupun dia beribadah kepada Allah akan tetapi di samping beribadah kepada Allah dia tidak kafir kepada thaghut, tapi justeru malah membela-bela atau loyal kepada thaghut, maka dia bukan orang muslim.
Kemudian mari kita lihat realita pemerintahan NKRI ini, apakah mereka kafir kepada thaghut dan iman hanya kepada Allah sehingga mereka mendapat predikat mukmin, sehinggga mereka menjadi ulil amri yang wajib ditaati sebagaimana penjelasan surat An Nisa: 59 tadi ? atau justeru sebaliknya…
Tinjauan Realita Pemerintah NKRI Bila Dipandang Dari Sisi Tauhid Hukum
  1. Mereka Menjadi Thaghut
Kenapa demikian ?, ini karena mereka dengan dewan legislatifnya dan sebagian eksekutifnya mengklaim sebagai pembuat hukum, mengklaim yang berhak membuat hukum dan perundang-undangan, bahkan mereka telah membuat dan memutuskan, maka mereka adalah thaghut itu sendiri. Mereka menjadi pembuat hukum yang hukumnya diikuti (baca: diibadati) oleh ansharnya.
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu”. (An Nisa: 60)
Banyak masyarakat atau anshar thaghut atau siapa saja di antara mereka, ketika memiliki kasus di negeri ini, apakah mereka mengajukan kasusnya kepada hukum Allah ataukan kepada hukum selaim hukum Allah ? tentu mereka mengajukannya kepada hukum selain hukum Allah, yang mana hukum itu dibuat oleh para thaghut tadi di gedung Palemen, baik yang ada di lembaga legislatif atau lembaga eksekutif maupun para pemutusnya di dewan yudikatif.
Mereka adalah thaghut, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalan Risalah Fie Ma’na Thaghut, bahwa pentolan thaghut yang kedua adalah “Penguasa Dzalim Yang Merubah Ketentuan Allah”. Sedangkan di negeri ini, semua hukum Allah dirubah… mulai dari hukum pidana, perdata, ekonomi, dan lain-lain. Semua dicampakkan dan mereka sepakat tidak memakai hukum yang Allah turunkan. Sedangakan sesorang tidak bisa dikatakan sebagai orang muslim kecuali bila kafir kepada thaghut. Dan dalam hal ini mereka sendiri adalah thaghutnya.
2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka diperintahkan kecuali mereka hanya menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At Taubah: 31)
Dalam ayat ini Allah memvonis orang Nashrani dengan lima vonis:
1. Mereka telah mempertuhankan para alim ulama dan para rahib
2. Mereka telah beribadah kepada selain Allah, yaitu kepada alim ulama dan para rahib
3. Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah
4. Mereka telah musyrik
5. Para alim ulama dan para rahib itu telah memposisikan dirinya sebagi rab.
Imam At Tirmidzi meriwayatkan, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan ‘Adiy ibnu Hatim (seorang hahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), ‘Adiy ibnu Hatim mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka ‘Adiy mengatakan: “Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah shalat atau sujud kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami”, Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka atau kami telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka. Maka Rasul mengatakan: “Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?”. Lalu ‘Adiy menjawab: “Ya”, Rasul berkata lagi: Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib)
Ketika mereka menyandarkan hak hukum dan pembuatan hukum (tasyri’) kepada selain Allah, maka yang mengaku memiliki hak membuat hukum ini disebut arbab, yaitu yang memposisikan dirinya sebagai tuhan pengatur selain Allah. Saat hukum itu digulirkan dan diikuti, maka itu adalah arbab yang disembah. Orang yang sepakat di atas hukum ini atau yang mengacu atau yang merujuk pada hukum yang mereka gulirkan itu adalah orang yang Allah vonis sebagai orang musyrik yang menyembah atau mengibadati atau mempertuhankan mereka serta telah melanggar Laa ilaaha illallaah.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan (mewahyukan) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Maka sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”. (Al An’am: 121)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan tentang keharaman bangkai, dan Allah juga menjelaskan tentang tipu daya syaitan. Kita mengetahui bahwa bangkai adalah haram, namun dalam ajaran orang musyrik Quraisy mereka menyebutnya sebagai sembelihan Allah.
Dalam hadits dengan sanad yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu 'anhu: Orang musyrikin datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Hai Muhammad, kambing mati siapa yang membunuhnya ?”, Rasulullah mengatakan: “Allah yang membunuhnya (mematikannya)”, kemudian orang-orang musyrik itu mengatakan: “Kambing yang kalian sembelih dengan tangan kalian, maka kalian katakan halal, sedangakan kambing yang disembelih Allah dengan Tangan-Nya yang Mulia dengan pisau dari emas kalian katakan haram, berarti sembelihan kalian lebih baik daripada sembelihan Allah”.
Ini adalah ucapan kaum musyrikin kepada kaum muslimin, dan Allah katakan bahwa itu adalah bisikan syaitan terhadap mereka (Dan sesungguhnya syaitan itu membisikkan (mewahyukan) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu) untuk mendebat kaum muslimin agar setuju atas penghalalan bangkai, lalu setelah itu Allah peringatkan kepada kaum muslimin jika menyetujui dan mentaati mereka, menyandarkan kewenangan hukum kepada selain Allah meski hanya dalam satu hukum atau kasus saja (yaitu penghalalan bangkai) dengan firman-Nya “Maka sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”.
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan bahwa:
1. Hukum yang bukan dari-Nya adalah wahyu syaitan.
2. Para penggulirnya (yang mengklaim dirinya berhak membuat hukum) dari kalangan manusia disebut wali-wali syaitan.
3. Yang menyetujuinya atau yang taat atau yang merujuk kepadanya disebut musyrikun.
Bila satu hukum saja dipalingkan dalam hak pembuatannya kepada selain Allah, maka berdasarkan ayat tadi, bahwa orang yang membuat hukum itu disebut wali-wali syaitan (tahghut) yang telah mendapat wahyu atau wangsit dari syaitan, sedangkan orang yang mentaatinya atau setuju dengan hukum buatan tersebut adalah divonis sebagai orang musyrik.
Sedangkan yang ada di NKRI dan negara-negara lainnya adalah bukan satu, dua, tiga, sepuluh, atau seratus hukum saja, akan tetapi seluruh hukum yang ada di sini adalah bukan dari Allah, tapi dari wali-wali syaitan yang mendapat wahyu dari syaitan jin, baik wali-wali syaitan itu dahulunya orang Belanda (yang mewariskan KUHP) ataupun wali-wali syaitan zaman sekarang yang duduk di kursi parlemen, yang membuat, yang merancang, yang menggodok, atau apapun namanya dan siapapun yang membuat hukum, maka pada hakikatnya mereka adalah wali-wali syaitan dan hukum yang mereka gulirkan hakikatnya adalah hukum syaitan.
Perhatikanlah… jika saja orang-orang yang SEKEDAR mentaati mereka maka Allah memvonisnya sebagai orang musyrik, maka apa gerangan dengan pembuatnya atau orang yang memutuskan dengannya atau orang yang memaksa masyarakat untuk tunduk kepadanya dengan menggunakan besi dan api (kekuatan dan senjata)…?!!
4. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka dalam dien (ajaran/hukum) ini apa yang tidak diizinkan Allah ?”. (Asy Syura: 21)
Dalam ayat tersebut, siapa saja yang membuat syari’at atau hukum atau undang-undang atau ajaran yang tidak diizinkan oleh Allah dinamakan syuraka (sekutu-sekutu), karena mereka memposisikan dirinya untuk diibadati dengan cara menggulirkan hukum agar diikuti. Mereka merampas hak pembuatan hukum dari Allah, mereka merancang, menggodok, dan menggulirkan di tengah masyarakat. Sedangkan orang-orang yang mentaati atau mengikuti hukum itu disebut orang yang menyembah syuraka tersebut.
  1. Mereka berhukum dengan selain hukum Allah atau memutuskan dengan hukum thaghut
Mereka berhukum dengan hukum thaghut, karena selain hukum Allah yang ada hanyalah hukum jahiliyyah atau hukum thaghut, ini berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al Maidah: 44:
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang kafir”.
Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”
Dalam ayat-ayat di atas, orang yang memutuskan dengan selain apa yang Allah turunkan adalah orang-orang kafir, sedangkan pemerintah di negeri ini tidak memutuskan dengan apa yang Allah turunkan, akan tetapi memutuskan dengan hukum thaghut. Maka merekapun divonis kafir berdasarkan ayat-ayat seperti ini, bahkan Allah mevonis orang-orang yang seperti ini sebagai orang-orang zalim dan fasiq dalam surat Al Maidah: 45 & 47.
Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah menjelaskan dalam Risalah Fie Makna Thaghut, tentang Ruusuth Thawaghit (tokoh-tokoh para thaghut) yang ketiga yaitu: Yang Memutuskan Dengan Selain Apa Yang Allah Turunkan.
Jadi pemutus hukum dengan selain apa yang diturunkan Allah adalah bukan sekedar thaghut, akan tetapi termasuk pentolan thaghut. Sedangkan iman kepada Allah tidak sah kecuali dengan kafir terhadap thaghut, lalu bagaimana mungkin Pemerintah NKRI ini dikatakan sebagai pemerintah muslim mukmin, sedangkan mereka bukan sekedar thaghut, akan tetapi salah satu tokohnya thaghut… maka mereka bukan hanya sekedar kafir, tapi amat sangat kafir !.
  1. Mereka merujuk kepada hukum thaghut, baik thaghut lokal, regional maupun internasional
Disaat menghadapi masalah, masalah apa saja, maka pemerintah ini tidak merujuknya kepada hukum Allah, tapi kepada hukum thaghut yang bersifat lokal (seperti Undang Undang Dasar atau undang-undang atau yang lainnya), atau hukum-hukum regional, atau hukum-hukum yang ditetapkan oleh mahkamah Internasional PBB. Sungguh… mereka tidak merujuk kepada Al Qur’an atau As Sunnah, akan tetapi merujuk kepada selainnya. Sedangkan dalam surat An Nisa: 60 tadi; Allah merasa heran atas klaim orang-orang yang mengaku telah beriman kepada Al Qur’an dan kitab-kitab Allah sebelumnya, orang-orang yang ketika punya masalah justeru ingin berhakim (mengadukan urusan) kepada thaghut. Perhatikanlah, dalam ayat tersebut sekedar ingin berhukum kepada thaghut sudah Allah nafikan keimanannya, imannya dianggap sekedar klaim dan kebohongan belaka, maka apa gerangan dengan orang-orang yang benar-benar bersumpah untuk merujuk kepada hukum thaghut…?!
Pemerintah ini, ketika masuk PBB diwajibkan untuk berikrar setuju atas segala peraturan yang digariskannya, begitu juga ketika jajaran pemerintahan dewan legislatif, eksekutif, yudikatif terbentuk, setiap orang diwajibkan bersumpah setia untuk menjalankan hukum negara, inilah syahadat mereka ! inilah bai’at mereka. Apakah di Negara ini ada bai’at untuk taat setia kepada Al Qur’an dan As Sunnah ? tentu jawabannya tidak ada ! maka dari itu setelah bai’at kepada Undang Undang Dasar selesai, mereka selalu mengacu kepadanya, jika seorang Presiden misalnya menyimpang, maka DPR/MPR akan memprotesnya dan mengatakan: “Presiden telah melanggar Undang Undang Dasar atau undang-undang atau… atau…” dan tidak akan mengatakan “Presiden telah melanggar Al Qur’an ayat sekian…” Andaikata seluruh isi Al Qur’an dilanggarpun, maka mereka tidak akan mempermasalahkannya, asal tidak melanggar “hukum suci” mereka, yaitu Undang Undang Dasar 1945 dan undang-undang turunannya.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa orang yang berhakim dengan hukum Allah yang telah dihapus adalah kafir, beliau menyatakan: “Barangsiapa meninggalkan hukum yang muhkam (baku) yang diturunkan kepada Muhammad ibnu Abdillah penutup para nabi, dan dia malah merujuk hukum kepada hukum-hukum (Allah) yang sudah dihapus, maka dia kafir. Maka apa gerangan dengan orang yang mengacu kepada Ilyasa (Yasiq) dan dia mendahulukannya daripada ajaran Allah, maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin” (Al Bidayah Wan Nihayah: 13/119)
Ilyasa adalah kitab hukum yang dibuat oleh Jenggis Khan raja Tartar. Kitab ini merupakan kumpulan yang sebagiannya diambil dari Taurat orang Yahudi, Injil orang Nashrani, Al Qur’an dan ajaran ahli bid’ah ditembah dengan hasil buah fikirannya lalu dikodifikasikan menjadi sebuah kitab yang disebut Ilyasa atau Yasiq. Para ulama muslimin sepakat mengatakan bahwa siapa saja yang merujuk kepada kitab hukum ini, maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin. Maka demikian pula dengan Yasiq ‘Ashri (Yasiq Modern), yaitu Undang Undang Dasar, KUHP, dan lain-lain, dimana hukum itu diambil dari orang-orang Nashrani (seperti orang Belanda dengan KUHPnya), dan ada juga dari Islam seperti masalah pernikahan.
Jadi ternyata serupa, maka siapa saja yang merujuk pada Yasiq modern ini, maka iapun kafir dengan ijma kaum muslimin, sedangkan perujukan-perujukan ini telah dilakukan oleh pemerintah NKRI ini…!!
  1. Mereka menganut sistem Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (kedaulatan/kekuasaan). Sistem ini merupakan penyerahan hak hukum atau kedaulatan kepada rakyat. Sistem perwakilan yangada di dalamnya memberikan hak ketuhanan kepada wakil rakyat yang didik di parlemen untuk membuat, menetapkan dan memutuskan hukum.
Demokrasi merupakan salah satu bentuk perampasan hak khusus Allah dalam At Tasyri’ (pembuatan, penetapan dan pemutusan hukum atau undang-undang). Hak ini adalah hak khusus Allah Subhanahu Wa Ta’ala, hak khusus rububiyyah dan uluhiyyah Allah, hak khusus yang seharusnya disandarkan oleh makhluk hanya kepada Allah. Akan tetapi demokrasi merampasnya dan justeru hak itu diberikan kepada makhluk. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Hak memutuskan hukum itu hanyalah khusus kepunyaan Allah. Dia memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah dian yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Yusuf: 40)
firman-Nya “Dia memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia”, bermakna: Kalian diperintahkan untuk tidak menyandarkan hukum kecuali kepada Allah, karena Allah-lah yang berhak untuk membuatnya, untuk menentukannya. Dan dalam ayat ini penyandaran hukum kepada Allah disebut ibadah. Sedangkan dalam demokrasi; hukum disandarkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya, maka demokrasi adalah sistem syirik, karena memalingkan ibadah penyandaran hukum kepada selain Allah.
Demokrasi adalah sistem syirik yang membangun pilar-pilarnya di atas sekularisme, di atas kebebasan; bebas meyakini apa saja walaupun pendapat syirik atau kekafiran sekalipun. Demokrasi tidak mewajibkan menusia untuk taat kepada ajaran Allah, tapi harus taat kepada kesepakatan rakyat, tatanan perundang-undangan yang berlaku, yang mana notabene adalah hukum buatan manusia.
  1. Mereka memiliki Idiologi/falsafah/asas/pedoman/petunjuk hidup/nafas bangsa, yaitu Pancasila.
Pancasila adalah dien, karena dien adalah jalan hidup, agama, aturan dan pedoman hidup, falsafah atau silahkan orang menyebutnya apa saja… tapi yang jelas Pansacila adalah dien. Ini singkat saja kita tinjau.
Dalam Pancasila dikatakan Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tetapi kita tidak tahu siapa yang dimaksud, karena Pancasila mengakui berbagai agama dengan tuhan-tuhannya masing-masing yang beraneka ragam. Maka cukuplah falsafah ini menjadi sesuatu yang rancu bagi orang yang berakal.
  1. Tawalliy (loyalitas penuh) kepada kaum musyrikin
Mereka loyal kepada Perserikatan Bangsa Bangsa, tunduk kepada undang-undang internasional dan peraturan lainnya yang adala dlam tubuh PBB. Apapun yang ditetapkannya maka otomatis diikuti. Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang kaum muslimin untuk loyal kepada orang-orang kafir, Allah menyatakan dalam surat Al Maidah: 51:
“Siapa saja yang tawalliy di antara kalian terhadap mereka maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka”
  1. Mereka memperolok-olok ajaran Allah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang segala bentuk kemungkaran, sedangkan pemerintahan Negara ini justeru memberikan izin bagi beroperasinya tempat-tempat kemungkaran dengan dalih tempat hiburan), membiarkan berkembangnya media-media penebar kesyirikan, kekufuran, kerusakan dan kebejatan (dengan dalih kebebasan pers dan kebebasan berekspresi) dan lain-lain. Itu adalah beberapa perolok-olokan terhadap ajaran Allah, sedangkan memperolok-olok ajaran Allah adalah kekafiran. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman”. (At Taubah: 65-66).
Intinya, jelaslah bahwa Negara dan pemerintahan ini kekafirannya berlipat-lipat. Setiap negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah dan tidak tunduk pada aturan Allah, maka negara tersebut adalah negara kafir, negara dzalim, negara fasiq dan negara jahiliyyah berdasarkan firman-firman Allah tersebut. Begitu juga pemerintahnya, karena tidak akan berdiri suatu negara tanpa ada pemerintah pelaksananya.
Setelah memahami hal ini, maka kita bisa menyimpulkan bahwa TIDAK BENAR ketika orang memerintahkan kaum muslimin untuk loyal kepada pemerintah semacam ini dengan menggunakan dalil surat An Nisa: 59, karena ulil amri dalam ayat tersebut adalah “dari kalangan kalian” yang berarti dari kalangan orang-orang yang beriman, sedangkan pemerintahan NKRI ini sudah kita ketahui bahwa mereka BUKAN orang-orang yang beriman, akan tetapi justeru mereka adalah adalah thaghut, orang musyrik, orang-orang kafir, orang-orang murtad. Jadi, jelaslah tidak sesuai dengan pemerintah ini.
Akan tetapi yang tepat bagi pemerintah semacam ini adalah:
  1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti”. (At Taubah: 12)
Jadi yang tepat bukan harus ditaati, bukan pula diberi loyalitas, akan tetapi yang ada adalah sikap qital (perang).
  1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Maka bunuhilah orang-orang musyrik itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah ditempat-tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan” (At Taubah: 5)
Jika mereka bertaubat, maksudnya bertaubat dari kemusyrikannya, dari kethaghutannya, dari kekafirannya, mereka mendirikan shalat dan memuanikan zakat, maka berilah mereka jalan dan jangan diganggu. Sedangkan jika pemerintahan ini tidak bertaubat dari kethaghutannya, dari Pancasilanya, dari demokrasinya dan dari kekufuran lainnya, maka mereka masih masuk ke dalam cakupan ayat ini.
  1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan (wali-wali) syaitan itu” (An Nisa: 76)
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dalam rangka mengokohkan hukum Allah, menjunjung tinggi ajaran-Nya, sedangkan orang-orang kafir yang di antaranya adalah pemerintahan NKRI ini dan ansharnya mereka berjuang, berperang, berkiprah dengan segala cara dalam rangka mengokohkan sistem thaghut. Jadi, mereka berperang di jalan thaghut, maka bagaimana seharusnya sikap kaum muslimin ? Allah menyatakan “sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu”.
Perhatikanlah… mereka bukan ulil amri, akan tetapi mereka adalah wali-wali syaitan yang Allah perintahkan untuk memeranginya.
  1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan perangilah mereka itu, sampai tidakada fitnah, dan dien (ketundukan) hanya bagi Allah semata” (Al Baqarah: 193)
Dan perangilah mereka sampai tidak ada lagi fitnah, tidak ada lagi idiologi syirik, tidak ada lagi kekafiran, tidak ada lagi penghalang kepada jalan Allah, tidak ada lagi penindasan terhadap kaum muslimin yang taat kepada Allah… bukan taat kepada Pancasila atau Undang Undang Dasar atau demokrasi, tapi hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Selama Ad Dien (ketundukan) belum sepenuhnya kepada Allah, maka al qital (perang) belum berhenti, selama fitnah (bencana) terhadap kaum muslimin yang taat dan berkomitmen dengan ajaran Allah masih dikejar-kejar atau dipersempit hidupnya, masih ditangkapi, dipenjarakan dan masih dibunuhi… maka berarti masih ada fitnah !! Selama kemusyrikan didoktrinkan maka fitnah masih ada. Selama fitnah masih ada maka al qital tidak akan berhenti.
  1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi, sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu (dibinasakan)”. Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya dien itu semata-mata untuk Allah”. (Al Anfal: 38-39)
Jadi, al qital tidak akan berhenti terhadap para penguasa yang menentang aturan Allah, yang menyebar fitnah (bencana) kemusyrikan dan penindasan terhadap kaum muslimin, merampas dan memeras harta kaum muslimin, baik dengan cara kasar maupun halus, maka qital tidak akan berhenti terhadap pemerintah yang seperti ini.
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas dari kamu” (At Taubah: 123)
Perangilah orang-orang yang ada disekitar kamu, yang ada didekat kamu dan dalam realitanya bukan hanya dekat, akan tapi mereka telah menguasai harta, diri, dan tanah air kita. Merekalah thaghut penguasa negeri ini, merekalah orang-orang kafir itu. Mereka telah sekian lama memerangi, menindas diri dan merampas harta kaum muslimin. Mereka mewajibkan ini dan itu yang bertentangan dengan ajaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Merekalah orang-rang kafir yang dekat, maka tidak usah jauh-jauh pergi berperang untuk mencari orang kafir, ini yang dekat justeru sudah memusuhi dan memerangi semenjak dahulu. Bahkan para ulama sepakat bahwa memerangi penguasa murtad adalah lebih harus didahulukan memeranginya daripada orang-orang kafir asli, apalagi orang-orang kafir yang jauh…
  1. Hadits Ubada ibnu Shamit (HR. Bukhari dam Muslim)
“Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajak kami, maka kami membai’atnya, maka di antara yang beliau ambil janjinya atas kami adalah kami membai’at(nya) untuk senantiasa mendengar dan taat, disaat senang dan disaat benci, diwaktu sulit dan waktu mudah kami, serta saat kami diperlakukan tidak adil dan agar kami tidak merampas urusan dari yang berhak (penguasa) kecuali kalian melihat kekafiran yang nyata dengan bukti dari Allah yang ada pada kalian”
Sedangkan kita sudah banyak melihat bentuk-bentuk kekafiran yang dianut dan masih senantiasa dilakukan penguasa negeri ini, sehingga tidak layak berdalil dengan surat An Nisa: 59 untuk menggelari pemerintah ini sebagai ulil amri, akan tetapi yang tepat adalah ayat-ayat yang baru saja dibahas dan ditambah dengan hadits ini.
Para ulama sepakat bahwa orang kafir tidak sah untuk menjadi pemimpin bagi kaum muslimin. Bila pemimpin tersebut asalnya muslim kemudian muncul kekafiran darinya maka wajib untuk mencopotnya dan menggantinya dengan pemimpin yang muslim. Bila tidak mampu mencopotnya karena mereka menggunakan kekuasaan untuk mempertahankannya, maka wajib diperangi.
Namun dalam relaita zaman ini, kekafirannya bukanlah kekafiran yang bersifat personal, akan tetapi kekafiran yang kolektif dan tersistemkan, sehingga jika penguasa yang satu mati maka sistemnya belum mati dan orang-orang yang setelahnya akan menggantikan dia, karena sistem kafirnya tidak mati dan tetap mengakar.
Tugas kita adalah wajib menggalang kekuatan dengan langkah awalnya adalah mengerahkan segala kemampuan dalam menggencarkan dakwah tauhid yang berkesinambungan untuk mencabut akar-akar loyalitas terhadap thaghut di tengah masyarakat, sehingga thaghut tidak mempunyai tempat lagi di tengah-tengah masyarakat ini.
Jihad terhadap thaghut ini haruslah menjadi opini kaum muslimin, kaum muslimin harus merasa memiliki tanggung jawab terhadap masalah ini, sehingga tidak hanya dipikul oleh kelompok-kelompok tertentu saja. Bukan berarti seluruh kaum muslimin harus terjun dengan menenteng senjata, tapi yang paling penting bagi mereka adalah mereka adalah mereka harus memahami betul bahwa penguasa negeri yang mana mereka hidup di dalamnya adalah penguasa murtad kafir yang tidak boleh diberikan loyalitas, sehingga dengan kesadaran itu lunturlah dukungan kepada para thaghut dan tumbuhlah loyalitas kepada orang-orang yang berkomitmen dengan ajaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Bila ini terwujud, maka kondisi akan berubah, dukungan kepada thaghut akan berganti dengan penentangan, sehingga mudahlah untuk menjatuhkan para thaghut itu.
BERSABARLAH…!!! Proses ini tidak mudah dan tidak akan terjadi begitu saja, tahap awal yang patut dilakukan adalah memberikan bayan (penjelasan) atau penyampaian risalah tauhid, karena perlu penyadaran terhadap masyarakat tentang kenapa penguasa negeri ini dikatakan sebagai penguasa kafir. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu” (Al Baqarah: 191)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan untuk mengusir orang-orang kafir sebagaimana mereka pernah mengusir kaum muslimin. Rasulullah diperintahkan untuk mengusir orang-orang kafir sebagaimana mereka telah mengusir Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Perhatikan… para thaghut itu telah mengeluarkan orang-orang yang komitmen dengan ajaran Islam dari jajaran masyarakat dengan cara menanamkan image negatif tentang mereka, memprovokasi, memfitnah dan membodoh-bodohi masyarakat dengan menuduh orang-orang yang bertauhid sebagai orang-orang bodoh, tidak memahami Islam secara utuh, orang yang dangkal pikiran atau orang yang haus dunia dan kekuasaan, maka menjadi wajiblah pula bagi kaum muslimin untuk mencopot para thaghut ini dari benak masyarakat dengan cara menyebarkan ilmu syar’iy, khususnya tentang tauhid dan kewajiban memerangi penguasa semacam itu.
Begitu pula dalam masalah harta, sebagaimana para thaghut itu telah menjauhkan orang-orang berkomitmen dengan ajaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari harta mereka, bahkan thaghut selalu berupaya mempersulit hidup mereka, maka wajib pula bagi orang-orang yang bertauhid yang komit terhadap ajaran-Nya untuk menjauhkan thaghut dari harta yang mereka miliki, karena sebagian besar harta yang jatuh ke tangan thaghut digunakan untuk mempersenjatai tentara mereka untuk memerangi Allah dan Rasul-Nya, oleh sebab itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendo’akan orang-orang Quraiys agar dilanda paceklik, dengan tujuan agar mereka mendapatkan kesusahan sehingga tidak lagi menindas kaum muslimin dan dana yang mereka keluarkan tidak digunakan untuk mendukung hal itu. Maka haramlah atas setiap muslim untuk membayar atau menyerahkan harta kepada penguasa kafir dalam bentuk apapun, kecuali dalam kondisi terdesak atau dipaksa, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (Al Maidah: 2)
dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
“Janganlah kalian menyerahkan harta-harta kalian kepada orang-orang bodoh itu” (An Nisa: 5)
Perhatikanlah… jika Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang menyerahkan harta kaum muslimin kepada orang-orang yang tidak bisa menggunakan dengan benar, sedangkan bentuk kebodohan yang paling dasyat adalah orang-orang yang tidak suka dengan ajaran tauhid, salah satunya yaitu para thaghut. Allah menyatakan:
“Dan tidak ada yang benci kepada Milah Ibrahim, kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri” (Al Baqarah: 130)
Jadi, seharusnya harta yang diambil dari kaum muslimin, mereka pergunakan di jalan Allah, bukan di jalan thaghut yang digunakan untuk memerangi Allah dan kaum muslimin.
Hendaklah diketahui bahwa pemerintahan thaghut ini adalah pemerintahan yang tidak sah, tidak syar’iy, tidak diakui secara Islam. Mereka adalah pemerintah yang memaksakan diri, begitu pula hukum dan undang-undangnya tidak sah, oleh sebab itu kaum muslimin tidak memiliki kewajiban untuk taat pada aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah thaghut ini, bahkan bebas untuk melanggarnya selama memenuhi dua syarat, yaitu: selama tidak melakukan sesuatu yang dilarang syari’at dan selama tidak menzalimi orang muslim.
Demikianlah sikap kita kaum muslim terhadap para thaghut penguasa negeri ini, bukan loyalitas dan taat kepada mereka, tapi ingatkah bahwa kita adalah orang-orang yang ditindas, diperangi dengan berbagai cara; kasar dan halus, terang-terangan dan sembunyi-sembunyi, tapi… sungguh banyak kaum muslimin tidak menyadarinya. Ini karena kebanyakan kaum muslimin belum memahami hakikat Laa ilaaha illallaah. Mereka mengira penguasa negeri ini adalah muslim, karena para thaghutnya itu shalat, shaum, zakat, bahkan haji berkali-kali, padahal penguasa negeri ini telah melanggar hal yang paling penting dan fundamental, yaitu syahadat Laa ilaaha illallaah…
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabat serta para pengikutnya sampai hari kiamat. Alhamdulillahirabbil’alamiin…